Aku mencintai
seseorang yang bernama Heri. Perkenalan Aku dengannya lumayan cukup lama. Namun
pendekatan kami bisa di anggap terlalu singkat. Malam itu Heri menjanjikan
untuk mengajariku bermain gitar. Entah
perasaan itu tumbuh dari sejak kapan. Aku pun tak pernah menyadarinya. Hati dan
perasaanku berubah melihat tingkah dan sikap Heri padaku. Mulai dari senyum
sapa, mengajariku gitar sambil menyentuh jemariku, bahkan dia menyanyikan lagu
Sempurna. Sumpah perasaanku berubah menjadi kacau. Rasa itu menjadi nyata.
Senang tidak karuan dengan mendengar alunan lagu dan petikan gitar yang cantik
di hiasi dengan senyuman dan tatapan mata yang penuh makna.
“Romantisnya”
Gumamku melihatnya. Tidak begitu lama aku mendengarkan setiap nada yang Dia
mainkan. Aku berpikir tentang peraturan asrama. Mataku tertuju pada arloji yang
selalu ku pakai. Waktu sudah menunjukan pukul 21.15 WIB. “Sudah larut, tapi Aku
masih ingin bersamanya. Mendengar bahkan melihat dia tersenyum. Hmm tidak
apalah, kan masih ada hari esok” Pikirku saat itu. Aku bergegas merapikan
segala yang ku bawa. Mulai dari laptop, charger handphone ataupun charger laptopku. “Aku pulang duluan ya. Makasih
sudah mengajariku main gitar dan bernyanyi bersamaku” Ucapku sebelum
meninggalkan Dia. “Oke Ka sama-sama” Jawabnya sambil tersenyum. “Manisnya
seyummu itu Heri” Gumamku membalas senyumnya.
Hari
mulai pagi dan datang gelap lagi. Cepat sekali rasanya waktu itu berjalan.
Tidak ada rencana. Tidak ada kegiatan. Semua sama saja.
Malam
itu aku ingin sekali menemuinya. Banyak sekali yang ingin ku bicarakan. Mulai
dari perhatiannya. Panggilan sayang dan yang lainnya.
Perbincangan
kami di mulai. Suasana malam yang di hiasi bintang yang kerlap-kerlip. Suara
teriakan teman-teman yang sedang menonton bola bersama. Sampai merasakan
hembusan angin malam yang cukup nusuk ketulang. Entah di mulai dari apa dan
bagaimana. Kami terdiam. Suasana semakin hening saja. Beberapa saat Aku yang memulai membuka perbincangan kami.
Perbincangan
kesana-kemari. Tertawa canda gurau hingga akhirnya kembali hening. “Salah
tidak, jika aku menyukai kakak seniorku?” Tanyanya. “Hmm ya tidaklah, itukan
hak semua orang untuk suka sama siapa saja Heri” Jawabku tersenyum. “Tapi salah
tidak jika aku menyukai dan menyayangi Kak Suci?” Tanyanya lagi. Kali ini
pertanyaannya mengkagetkanku. “Ya Allah, Heri menyatakan cintanya padaku.”
Gumamku kaget. Hening dengan suasana dingin. Hening dengan pernyataan Heri. Apa
yang harus aku jawab. Apa yang harus aku lakukan dengan semua ini. Bagaimana jika
Aku menolaknya. Aku memejamkan mata dan bertanya tentang perasaan selama ini. Apa
iya aku menyukainya. Apakah iya aku hanya sekedar kagum seperti yang lainnya.
Pernyataan
itu aku jawab dengan tarikan nafas yang panjang. Aku menjawab “Iya”. Dan aku
menerimanya. Entah apa yang aku pikirkan dengan semua ini. Aku masih mempunyai
seorang kekasih. Tetapi ada apa dengan hati ini. Dengan perasaan ini? Apa
begitu istimewanya Heri dalam pandanganku. Ketika awal mulai mengenal Heri. Dia
adalah seorang pria yang baik, pintar dan rapi di bandingkan dengan
teman-temannya yang lain. Terlihat sangat tampan dan berwibawa kata kebanyakan
orang yang menilainya. Namun entahlah menurutku..
Hari-hari masih di hiasi rasa senang
dan bahagia bersama Heri. Bercanda gurau, bercerita ini dan itu, dan masih
banyak yang lain. Setiap harinya bertemu, menyapa dan saling memperhatikan.
Perbedaan tidak menjadikan suatu masalah
yang membebani kami. Setiap waktunya ibadah Aku selalu mengingatkan Heri untuk
pergi ke Gereja dan sebaliknya. Heri selalu mengingatkanku untuk Shalat. Kami
tidak mempermasalahkan tentang perbedaan. Semuanya berjalan dengan baik
mengenai perasaan sayang Aku dan Dia Bahkan perbedaan bisa menyatukan cinta kami
berdua.
Entah kenapa pernyataan tempo hari
tidak semulus perjalanan cinta kami. Tidak semudah apa yang dikatakan. Bahkan
tidak secantik apa yang di lihat. Banyak masukan-masukan menilai hubungan ini.
Mulai dari keluarga, sahabat atau teman.
Perjalanan cinta kami memang terbilang
masih seumur jagung. Atau mungkin masih tidak ada apa-apanya. Namun pernyataan
kebanyakan orang menilai adalah lebih baik sakit untuk sekarang di bandingkan
mempertahankan tapi endingnya lebih
menyakitkan. Mengapa kebanyakan orang berkata seperti itu. Apakah salah kami
saling sayang bahkan saling mencinta. Apakah salah tentang perbedaan. Aku tidak
pernah meminta Heri untuk ketempat dimana aku ibadah. Begitupun dengan Heri
yang tidak pernah meminta hal yang sama. Mengapa Aku dan Dia tidak diizinkan
bersama. Mengapa Tuhan menciptakan kami yang beda. Mengapa Tuhan mengizinkan
rasa ini tumbuh. Mengapa? Kenapa Tuhan?.
“Ya Allah ampuni aku. Aku
mencintainya. Aku menyayanginya. Apakah rasa ini salah Ya Allah? Kenapa seperti
itu?” Teriakku lirih.
Dalam sujudku dan do’aku. Aku meminta
kepadaMu. “Jika Engkau meridhoi kami, dekatkanlah. Namun jika Engkau tidak
meridhoi kami, hapus rasa ini perlahan Ya Allah. Jangan buat senyuman ini
berubah menjadi tetesan air mata. Ya Allah aku mencintainya”.
Perjalanan cinta kami masih berjalan
dengan baik. Banyak lika-liku yang terkadang membuat perasaan ini lelah. Namun
sepucuk harapan masih ingin ku pertahankan. Begitupun dengan Heri yang selalu
berusaha menjadi yang terbaik.
Setiap minggunya Heri pergi ke gereja
untuk berdo’a dan beribadah. Setiap waktu adzan memanggil itu waktunya aku
berinteraski dengan sang Maha Pencipta. Tangan terselip salib dan tangan
menadah keatas. Al-Kitab dan Al-Quran pun menjadi tombak ketegaran kami. Walau
kami berbeda tapi Tuhan tetaplah satu. Hanya saja kami berbeda dengan keyakinan
masing-masing. “Apakah perbedaan bisa membuat kita menjadi satu” Gumamku lirih.
Entah pertanyaan itu bisa terjawab atau tidak. Semua kami hanya bisa pasrahkan
kepada-Nya.
Sulit sekali menggapai sepucuk harapan
itu Ya Allah. Sulit amat sangat sulit. Bagaimana caraku untuk menggapainya?
Jatuh cinta kepada Heri begitu
menyenangkan. Begitu indah dan bahagia. Seperti memeluk dalam dekapan kasih
yang tiada tara. Seperti menemukan kepingan puzzle yang sedang di susun. Seperti
memandang indah warna-warni pelangi penuh dengan kecerahan. Ya Allah cinta dan
kasih ini sudah berada tepat di tempat yang seharusnya. Relung hatiku dan
hatinya. Namun, mengapa resah ini sangat merajai kita? Mengapa kita berbeda?
Jika Engkau mengizinkan mengapa mereka menyalahkan?
Diam-diam aku selalu menitipkan
sepucuk harapan. Ya, hanya sepucuk harapan yang indah dalam ribuan
kerlap-kerlipnya bintang di langit. Harapan itu adalah aku ingin hari dan masa
depanku selalu bersamamu. Dan hanya akan bersamamu. Aku mencintaimu, selalu.
Aku selalu mendo’akanmu sepanjang waktu. Perhatianku tidak pernah hilang sampai
kapanpun. Dalam linangan air mata seolah tidak mampu mengutarakan kenyataanku
yang mencintaimu. Namun do’a ini akan terus mengalir menyertai hubungan kita
hingga akhirnya sepucuk harapan itu menjadi nyata.
“maafkan,
hanya ini yang aku mampu. Maafkan aku terlalu mencintaimu dan tidak sempurna untukmu”