Malam indah
terasa dengan sejuknya angin berhembus. Dingin memang. Tapi setelah kepala
menadah keatas dunia. Mata tidak berkedip melihat ribuan bahkan jutaan kerlipan
bintang. Tuhan menjadikan diri ini diri yang lebih kuat dan tegar dari
sebelumnya. Merasakan rasa sakit dan harus menadah setiap adanya tetesan darah
yang kerap sering kali terjatuh.
Canda,
riang, tawa, bahagia. Ya inilah aku dengan sejuta kekurangan dan sepercik
kelebihan. Keceriaan yang ku buat untuk memastikan jika aku benar-benar baik
dan bisa melewati masa ini.
Tuhan….
Semua rasa sakit ini, aku berusaha menerima dan bersyukur atas kehendak-Mu.
Tuhan….
Jangan buat mereka menangis, terlalu sakit melihat setiap butiran airmata yang
jatuh saat aku mengalami masa sulit yang terkadang membuatku lelah. Jangan
biarkan kesedihan itu terjadi Tuhan…
Malam ini
keceriaan tetap hadir. Aku hanya memakai kaos dan celana olahraga (basket)
dengan rambut diurai sebahu dan dihiasi accesoris bando bertanduk berwarna pink.
Tertawa terbahak-bahak saat aku menarik tangan adikku yang lumayan besar. Wow
sungguh berat sekali.
Lucu dan
polos dia mengikuti setiap instruksiku. Tidak sadar dia masih memakai handuk
dikepala untuk mengeringkan rambutnya. Sungguh gembira malam itu melihat semua
tertawa lepas.
Selang
beberapa menit. Ohhhh Tuhan rasa sakit itu hadir lagi. Aku merasakan darah dari
mulutku. “Kenapa rasa sakit ini datang disaat waktu yang tidak tepat, kenapa
Tuhan???” Ucapku lirih. Diam hanya itu yang bisa aku lakukan. Mungkin karena
terlalu bersemangat aku lupa dengan keadaanku. “Mengapa aku berbeda dengan yang
lain?” Ucapku kembali pelan. Mataku melirik kesana-kesini. Orang yang ada
disekelilingku melihat bahkan menatapku dalam-dalam. Mereka merasakan
perbedaanku yang mulai pucat dan diam tanpa mengucap apapun. Heri (kekasihku)
dia mulai menyentuh tanganku dan terlihat khawatir dengan kondisiku yang mulai
lemah. Semakin ku mencoba kuat. Adik-adik asrama datang menghampiri dengan
wajah panik. Ingin rasanya ku berbicara dan menenangkan semua bahwa aku
baik-baik saja.
Entah kenapa
penglihatanku semakin buram saja. Kepalaku semakin nyeri terasa dan mulut ingin
memuntahkan semuanya. Ahhh entahlah sakit ini datang sungguh tidak tepat.
Semakin erat tanganku menggenggam jemari kekasihku. Hmmm sakit sekali Tuhan.
Bolehkah aku marah???
Kali ini
tidak bisa ku tahan. Aku berlari kearah kamar mandi asrama. Mengunci dan
mengeluarkan semuanya. Terdengar suara langkahan kaki yang sangan keras. Dan
terdengar berulangkali suara ketukan pintu dari luar. “Tuhan bolehkah aku
menangis???” lirih. Ku buka pintu terlihat Diana yang langsung memeluk erat dan
mencoba menghapus air mataku. Kembali ku muntahkan sisa-sisa darah yang sedari
tadi menusuk lemah tubuhku ini. Hanya bisa berucap “Aku ingin dipeluk kak Heri
dek..”
Heri datang
menghampiri, merangkul, memeluk bahkan sekali-kali mengusap rambutku yang basah
karena air dan keringat. Lagi-lagi aku membuat orang yang ku kasihi menangis.
Lagi dan lagi aku harus melihat betapa khawatirnya dia padaku namun entah mengapa
aku ingin memeluknya lebih lama. Bukan karena aku ingin melihatnya bersedih
tapi aku ingin mencari kenyamanan dimana aku bisa merasakan dan mencium aroma
tubuhnya, setiap desahan nafasnya, dan detak jantungnya.
Berkali-kali
ku manadah dan melihat betapa sedihnya dia melihatku lemah seperti ini. “Sudah
sayang, tenang, semuanya akan baik-baik saja disini ada aku. Jangan menangis
lagi” Ucapan itu yang kerap kali dilontarkan oleh Heri sambil mengusap
airmataku bahkan mengusap lagi rambutku yang basah. “Tuhan,,,,,, betapa sakit
rasanya aku mendengar ucapan itu. Tuhan izinkan aku untuk tetap bertahan dan
memeluknya lebih lama mungkin sangat lama. Aku mohon” Lirih benak hati
TUHAN
“AKU MENIKMATI KEBAHAGIAAN SAAT BERSAMANYA JANGAN BIARKAN INI BERAKHIR”
SUCI RABIATUL ADAWIYAH PH
