Rabu, 02 April 2014

Tersenyum melawan sakit



Malam indah terasa dengan sejuknya angin berhembus. Dingin memang. Tapi setelah kepala menadah keatas dunia. Mata tidak berkedip melihat ribuan bahkan jutaan kerlipan bintang. Tuhan menjadikan diri ini diri yang lebih kuat dan tegar dari sebelumnya. Merasakan rasa sakit dan harus menadah setiap adanya tetesan darah yang kerap sering kali terjatuh.
Canda, riang, tawa, bahagia. Ya inilah aku dengan sejuta kekurangan dan sepercik kelebihan. Keceriaan yang ku buat untuk memastikan jika aku benar-benar baik dan bisa melewati masa ini.
Tuhan…. Semua rasa sakit ini, aku berusaha menerima dan bersyukur atas kehendak-Mu.
Tuhan…. Jangan buat mereka menangis, terlalu sakit melihat setiap butiran airmata yang jatuh saat aku mengalami masa sulit yang terkadang membuatku lelah. Jangan biarkan kesedihan itu terjadi Tuhan…
Malam ini keceriaan tetap hadir. Aku hanya memakai kaos dan celana olahraga (basket) dengan rambut diurai sebahu dan dihiasi accesoris bando bertanduk berwarna pink. Tertawa terbahak-bahak saat aku menarik tangan adikku yang lumayan besar. Wow sungguh berat sekali.
Lucu dan polos dia mengikuti setiap instruksiku. Tidak sadar dia masih memakai handuk dikepala untuk mengeringkan rambutnya. Sungguh gembira malam itu melihat semua tertawa lepas.
Selang beberapa menit. Ohhhh Tuhan rasa sakit itu hadir lagi. Aku merasakan darah dari mulutku. “Kenapa rasa sakit ini datang disaat waktu yang tidak tepat, kenapa Tuhan???” Ucapku lirih. Diam hanya itu yang bisa aku lakukan. Mungkin karena terlalu bersemangat aku lupa dengan keadaanku. “Mengapa aku berbeda dengan yang lain?” Ucapku kembali pelan. Mataku melirik kesana-kesini. Orang yang ada disekelilingku melihat bahkan menatapku dalam-dalam. Mereka merasakan perbedaanku yang mulai pucat dan diam tanpa mengucap apapun. Heri (kekasihku) dia mulai menyentuh tanganku dan terlihat khawatir dengan kondisiku yang mulai lemah. Semakin ku mencoba kuat. Adik-adik asrama datang menghampiri dengan wajah panik. Ingin rasanya ku berbicara dan menenangkan semua bahwa aku baik-baik saja.
Entah kenapa penglihatanku semakin buram saja. Kepalaku semakin nyeri terasa dan mulut ingin memuntahkan semuanya. Ahhh entahlah sakit ini datang sungguh tidak tepat. Semakin erat tanganku menggenggam jemari kekasihku. Hmmm sakit sekali Tuhan. Bolehkah aku marah???
Kali ini tidak bisa ku tahan. Aku berlari kearah kamar mandi asrama. Mengunci dan mengeluarkan semuanya. Terdengar suara langkahan kaki yang sangan keras. Dan terdengar berulangkali suara ketukan pintu dari luar. “Tuhan bolehkah aku menangis???” lirih. Ku buka pintu terlihat Diana yang langsung memeluk erat dan mencoba menghapus air mataku. Kembali ku muntahkan sisa-sisa darah yang sedari tadi menusuk lemah tubuhku ini. Hanya bisa berucap “Aku ingin dipeluk kak Heri dek..”
Heri datang menghampiri, merangkul, memeluk bahkan sekali-kali mengusap rambutku yang basah karena air dan keringat. Lagi-lagi aku membuat orang yang ku kasihi menangis. Lagi dan lagi aku harus melihat betapa khawatirnya dia padaku namun entah mengapa aku ingin memeluknya lebih lama. Bukan karena aku ingin melihatnya bersedih tapi aku ingin mencari kenyamanan dimana aku bisa merasakan dan mencium aroma tubuhnya, setiap desahan nafasnya, dan detak jantungnya.
Berkali-kali ku manadah dan melihat betapa sedihnya dia melihatku lemah seperti ini. “Sudah sayang, tenang, semuanya akan baik-baik saja disini ada aku. Jangan menangis lagi” Ucapan itu yang kerap kali dilontarkan oleh Heri sambil mengusap airmataku bahkan mengusap lagi rambutku yang basah. “Tuhan,,,,,, betapa sakit rasanya aku mendengar ucapan itu. Tuhan izinkan aku untuk tetap bertahan dan memeluknya lebih lama mungkin sangat lama. Aku mohon” Lirih benak hati
               
TUHAN
“AKU MENIKMATI KEBAHAGIAAN SAAT BERSAMANYA JANGAN BIARKAN INI BERAKHIR”

SUCI RABIATUL ADAWIYAH PH